Mandi Tetapi Malah Kotor

Mandi Tetapi Malah Kotor

Mandi seharusnya menjadi sarana kita untuk membersihkan, tetapi kenapa ada mandi yang justru membuat kotor?. Ya, mandi lumpur yang sedang viral beberapa waktu terakhir menerima hujatan dari netizen khususnya di Indonesia. Program live pada aplikasi TikTok digunakan oleh pembuat konten untuk berbagai hal misalnya berjualan, menghibur, dan banyak hal lain dengan tujuan meraup keuntungan. Konsep tantangan yang diambil beberapa pembuat konten menjadi persaingan untuk melakukan sesuatu yang lebih menantang.

Lantas, ketika tantangan yang konyol dilakukan ternyata dapat menarik penonton untuk memberikan “gift” maka pembuat konten berlomba-lomba untuk melakukan tantangan yang lebih konyol. Berendam di kubangan lumpur dalam waktu yang lama hingga mengguyurkan lumpur ke badan adalah salah satu bentuk tantangan yang banyak dipilih.  Bahkan beberapa waktu terakhir, mereka semakin liar dengan menjadikan orang usia tua sebagai subjek yang melakukan mandi lumpur. Kebebasan berkreasi memang adalah hak, tetapi haruskah kreasi atau karya kita menghilangkan nilai hidup kita sebagai manusia?

Alasan ekonomi sepertinya bukan faktor yang mendasari fenomena ini terjadi. Hal tersebut dibuktikan ketika ada seorang tokoh publik yang mau memberikan pekerjaan justru ditolak oleh pembuat konten mandi lumpur. Mereka lebih memilih diberi uang yang nilainya ratusan juta sebagai syarat bersedia berhenti melakukan siaran live mandi lumpur. Maka, masalah yang sebenarnya adalah masalah mental yaitu mental malas bekerja dan berusaha. Mereka lebih memilih mempermalukan diri mereka sendiri demi uang daripada harus mengeluarkan tenaga dan berpikir lebih dalam bekerja.

Fenomena ini tentu menjadi masalah dan pekerjaan rumah serius untuk Indonesia. Apabila dibiarkan maka model lain yang sepola dengan fenomena ini akan bermunculan menghiasi ruang publik kita di media sosial. Tentu kita semua tidak menginginkan terjadi penurunan kualitas manusia di negara kita yang justru masih harus meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusianya.Kementerian Sosial harus bergerak untuk mengatasi masalah ini dan menyadari bahwa pengemis pada masa saat ini tidak hanya ada di jalan raya, tetapi juga di media sosial kita.

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UNY

Menulis dan belajar banyak hal terkait fenomena Sosial, Politik, dan Kehidupan.

Artikel Lainnya: