Perbandingan Hasil Pertanian Dengan Cara Konvensional dan Menggunakan Transplanter

Perbandingan Hasil Pertanian Dengan Cara Konvensional dan Menggunakan Transplanter

Selama ini yang kita tahu, menanam padi dilakukan dengan cara konvensional yaitu hanya dengan tangan manusia tanpa bantuan alat modern. Dengan seiring berjalannya waktu kita juga tidak bisa terus-menerus bertahan dengan cara yang seperti itu saja. Setiap kegiatan dan alat yang kita gunakan harus mengalami perubahan kearah yang lebih baik, agar kita tidak tertinggal oleh negara-negara lain yang terus mengembangkan idenya.

Menanam padi dengan cara konvensional membutuhkan tenaga dan waktu yang cukup banyak. Namun berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah petani di Indonesia kian menurun setiap tahunnya. Dapat dilihat  pada februari 2017 jumlah petani di Indonesia sebanyak 39,7 juta jiwa dan pada februari 2020 hanya tersisa 33,3 juta jiwa. Bukan tidak mungkin jumlah petani di Indonesia akan terus menurun. Jumlah petani dengan usia muda di Indonesia juga bisa terbilang sedikit dibandingkan dengan usia tua, jika terus begini maka dikhawatirkan tidak ada regenerasi bagi sektor pertanian dan sektor pertanian di Indonesia terancam. Oleh karena itu, kita harus memikirkan bagaimana agar kegiatan bertani ini terus berlangsung. Seiring dengan  berkembangnya zaman, dapat ditemukan cara yang lebih efisien dibanding dengan cara penanaman konvensional, yaitu dengan bantuan transplanter.

Sebelum kita membahas lebih lanjut kita akan mencari tahu apa itu transplanter. Transplanter adalah alat bantu penanaman padi yang modern  dengan harapan proses penanaman lebih cepat dan efisien. Transplanter padi merupakan alat penanam bibit dengan jumlah, kedalaman, jarak dan kondisi penanaman seragam.

Gambar : https://agrozine.id/

Transplanter pertama kali dikenalkan oleh jepang lalu diikuti oleh Cina, Taiwan dan Thailand kemudian masuk di Indonesia pada tahun 1973. Jenis transplanter di Indonesia ada 2 jenis yang dibedakan berdasarkan cara penyemaian dan persiapan bibit padinya. Yang pertama menggunakan bibit yang ditanam dan disemai di lahan, yang kedua mesin tanam yang memakai bibit secara khusus di semai pada kotak khusus. Berdasarkan cara mengendarainya juga transplanter memiliki 2 jenis yang pertama transplanter tipe berjalan (walking type) dan yang kedua transplanter tipe mengendarai (riding type).

Transplanter juga dinilai dapat mendukung tercapainya target pemerintah dalam memenuhi produksi pangan atau kemampuan menyediakan pangan  untuk memenuhi konsumsi dalam negeri. Seperti yang kita tahu, walaupun Indonesia adalah negara agraris tetapi Indonesia masih mengimpor beras, yang berarti konsumsi dalam negeri belum terpenuhi jika hanya mengandalkan produk dalam negeri saja. Sektor pertanian juga merupakan sektor utama di Indonesia, sehingga kita semua mengharapkan keberlangsungan yang terbaik untuk sektor tersebut. Penanaman secara konvensional maupun dengan menggunakan transplanter pasti ada kelebihan dan kekurangannya, mari kita bahas lebih lanjut dari perbandingan keduanya tersebut.

Di sini ada bapak Eko yang akan menjelaskan perbedaan jarak dari hasil menanam padi secara konvensional dan menggunakan transplanter, beliau berkata “ kalau pakai transplanter jaraknya itu 15 cm sedangkan tanam biasa jaraknya sekitar 27 cm”. Dilihat dari jarak tanamnya sudah terlihat, bahwa menggunakan transplanter memiliki jarak tanam yang lebih rapat dibanding dengan cara konvensional. Menurut bapak Eko juga “ tanam menggunakan mesin transplanter itu bisa menghasilkan lebih banyak per 1  nya. Kalau pakai mesin itu biasanya terdapat 24 bibit per 1 , sedangkan dengan cara konvensional itu hanya dapat 16 per 1 ” jelasnya.

Transplanter yang digunakan pak Eko ini adalah jenis transplanter yang memakai bibit yang disemai pada kotak khusus. Pak Eko menjelaskan apa keuntugan menggunakan transplanter “kalau untuk benih kita sama, tetapi untuk keamanan benih, yang manual dilakukan di sawah jadi masih banyak hama yang menyerang dan segala macam, untuk tanam mesin karena dilakukan di rumah jadi lebih terjangkau dan aman”. Bapak Eko juga menjelaskan tentang efisiensi harga “untuk efisiensi masih efisien pakai mesin karena  pakai mesin itu sekali kerja sudah selesai sedangkan untuk manual harus menggaris lagi, daud dan bayar tanamnya itu biaya sendiri-sendiri, terpisah-pisah” jelasnya.

Kemudian selanjutnya ada bapak H. Anam yang menceritakan pengalamannya saat pertama kali menggunakan transplanter, beliau berkata “dahulu ditertawakan orang karena katanya tidak baik sekarang sudah banyak yang menggunakan” itu cerita singkat atas apa yang dibicarakan orang kepada dirinya. Bapak H. Anam juga menjelaskan, “dengan menggunakan transplanter kita bisa mendapatkan 7 ton padi pada sekali panen dengan luas lahan 400 , kalau pakai cara biasa mungkin tidak sebanyak ini dapatnya karena lebih renggang jarak tanamnya. Hasil tanam dengan transplanter juga bisa menghasilkan lebih dari 25 anakan bahkan bisa sampai 40” jelasnya.

Yang terakhir bapak H. Anam menjelaskan perbedaan dari segi biaya dan cara pemeliharaannya “ini bagi petani itu menguntungkan besar karena perbedaan biaya tanam secara konvensional dan menggunakan transplanter dapat terpaut biaya 1 juta untuk 1 hektare lahan. Untuk pemeliharaan sama saja Cuma yang pakai mesin harus menggunakan urea untuk membuat anakan dan menyuburkan lahan” itu penjelasan dari bapak H Anam.

Dapat kita simpulkan, banyak sekali manfaat dari menggunakan alat transplanter ini dibuktikan dengan beberapa testimoni petani. Bukan berarti penanaman secara konvensional jelek, namun penggunaan transplanter dapat lebih memudahkan para petani dengan manfaat yang diterimanya. Alat ini membantu kerja petani lebih efisien baik itu dalam segi waktu, biaya maupun tenaga.

Transplanter juga dapat membantu mempertahankan sektor pertanian dengan jumlah petani yang makin sedikit, karena jika sebelumnya satu lahan bisa digarap oleh beberapa orang sekarang bisa dengan satu orang saja dengan bantuan transplanter. Ataupun jika sebelumnya hanya kuat menggarap satu kotak tanah sekarang menjadi dua kotak tanah. Dengan data Badan Pusat Statistik (BPS), menunjukkan bahwa usia petani lebih banyak pada usia tidak produktif, transplanter hadir untuk meringankan beban beban kerja petani.

Semoga dengan adanya transplanter yang membantu kegiatan pertanian, generasi muda akan tertarik menjadi petani dengan tampilan yang lebih modern dan regenerasi di sektor pertanian tidak terputus atau bahkan bisa meningkatkan kreativitas pertanian lebih dari ini karena transplanter ini juga masih ada kekurangannya contohnya tidak bisa digunakan di lahan miring.

Artikel Lainnya: